Minggu, 07 Oktober 2012

Sinopsis Siulan Kelana

-->


Betapa indahnya panorama alam yang terbentang di hadapan Renro. Menggelitik kenangannya akan nusa Lembata dan petualangannya menyusuri setiap bukit dan lembah untuk meraih cita-citanya. Desau angin, nyanyian burung, kebakaran padang dan janda-janda kesepian yang ditinggal suami pergi merantau, seakan memacu darah muda Renro untuk membandingkan tanah seberang dengan nusa tumpah darahnya sendiri.


 Alam Lembata mengukir peristiwa yang sangat berkesan, yang dimulai dari karier Renro sebagai tenaga pengawas di suatu kontraktor bangunan. Ada pengalaman menegangkan, menanyang dan juga menakutkan, tetapi lebih banyak pengalaman lucu dan gembira. Itulah warna kehidupan yang sayang bila dibiarkan hilang bersama berlalunya waktu.

Siulan Kelana yang diawali oleh Renro dan Kanute di pesisir tanjung Atadei di tenggara pulau Lembata menggema hingga ke relung-relung hutan bambu di bagian barat pulau itu. Lagu dolo-dolo terus berdesah mengayun menyeberangkan Kanute dan Renro ke dunia impian.

Alam yang kering dan gersang, kesulitan air, tidak adanya lapangan pekerjaan memaksa putra-putri Lembata yang beranjak dewasa bertualang meninggalkan kampung halamannya demi menyambung hidup dan membangun keturunan, generasi hari esok dan masa depan di perantauan. Kesahayaan hidup, gelaktawa yang ceria terpaksa ditinggalkan meskipun terasa sangat getir. Hidup di perantauan lebih menjanjikan meskipun mungkin hanya menyandang predikat kuli, satpam dan yang beruntung menjadi karyawan rendahan.

Kanute kawan Renro sudah berangkat ke Jawa menyusul Kopo, sedangkan Renro menempuh jalan sendiri, ke utara dan menjadi buruh pabrik di Ujungpandang atau Makasar,  setelah tiga minggu mengarungi ombak ganas badai bulan Februari. 

Tantangan demi tantangan dihadapi, tetapi Renro tidak berhenti bersiul, simbol keceriaan anak-anak hutan bambu dari pulau Lembata. Ia Di pantai Losari Ujungpandang, ia mengamati matahari menguning pucat dan tenggelam ke dalam laut di ufuk barat. Ia bersiul kencang dan ke sanalah mimpi petualangan Renro yang baru. (Em Khebe)

DAFTAR ISI 

Atadei: Renro dan Kanute membuktikan cerita legenda batu "Atadei" di pesisir tenggara pulau Lembata. Ternyata cerita tentang Atadei bukan legenda yang lahir dari cerita bohong. Batu Atadei itu sungguh berair biarpun di tengah musim kemarau.

Donak Tagal: Donak Tagal sesungguhnya nama sebuah gang. Tetapi Ketika Renro dan Kanute bertualang ke "padang rusa" dan mendapat seekor rusa terjebak dalam kubangan banjir di tengah hutan. Serta merta Kanute memberi nama Donak Tagal pada tebing terjal yang dilalui rusa tersebut.

Arimpe: Arimpe hanyalah sebuah istilah para remaja awal tahun 80-an untuk menyapa gadis remaja di jalan. Tetapi justru istilah itu membawa Renro pada pertemuan yang tidak diharapkan dengan mama bidan di rumah sakit lepra akibat ulah beberapa anak buahnya pada waktu mengerjakan pengaspalan jalan. 

Sumur di Atas Gunung: Renro sangat yakin bahwa di bawah kampungnya yang selalu berkabut dan berembun itu pasti ada sumber air. Keyakinannya itu sangat beralasan karena ada daerah yang mengalirkan banjir dari gunung di musim penghujan dan hanya tenggelam di lembah. Keyakinannya itu disampaikan kepada Kanute yang bersama menghadap kepala desa dan melakukan penggalian. Renro, Kanute dan para remaja kala itu tidak berhasil, tetapi semangat mereka menginspirasikan kaum tua-muda untuk tidak menyerah pada keadaan alam.

Fatamorgana: Maria dan Renro dibawa ke 'dunia lain' di depan mata mereka. Suatu kota dari 'negeri entah-berantah' secara tiba-tiba berada di hadapan mereka, suatu panorama kota yang tidak mereka kenal. Kota itu begitu sejuk, teduh dan damai, dan kedamaian itu mengalir memenuhi jiwa mereka. Tetapi begitu hujan redah dan mendung pergi, kota yang indah itu berganti dengan kegersangan alam.

Terdampar di Pulau Pamana: Renro tetap berangkat mengejar mimpi. Ia berangkat dengan keyakinan bahwa semua orang baik, sehingga tidak merasa khawatir menghadapi orang lain. Ia berbekal beberapa puluh ribu dan sekaleng jagung titi. Tekadnya untuk sampai ke kota Ujungpandang membawanya ke atas sebuah perahu motor kayu yang menyandang nama besar "Gajah Mada." Tetapi badai bulan Februari mengamuk, menghempaskan perahu motor itu ke pulau karang - pulau Pamana.

Pulau Kera: Pelayaran diteruskan setelah berlindung dari amukan badai tujuh belas hari. Perahu kecil itu bagai noktah abu-abu di tengah amukan angin kencang dan gelombang samudra. Bila siang hari mereka berpikir masih ada ban-ban belas yang dijadikan alat menyelamatkan diri, tetapi apa yang terjadi bila bencana hancurnya perahu motor datang pada malam hari? Setiap matahari terbenam, Renro menatap cahaya itu yang tenggelam perlahan di telan laut Flores dengan pertanyaan: "Masihkah saya melihatmu besok pagi?" Batuk-batuk motor tua itu membawa mereka ke pulau kera.

Pelabuhan Potrey: Ibarat prajurit kelaparan yang menang perang. Tepat hari ke-21 sejak dari Maumere, PM. Gajah Mada memasuki pelabuhan Potrey Ujungpandang. Dari atas perahu motor Renro menatap gedung-gedung dan kesemrawutan hiruk-pikuk di pelabuhan. "Beginikah Ujungpandang, hanya beginikah engkau Ujungpandang." Renro bersenandung lirih meniru lagu Ebiet G. Ade tentang Jakarta.

 Seragam Pabrik Baja: Sudah satu bulan Renro mendekam dalam sebuah kontrakan sempit satu kamar dengan penghuni tujuh orang. Di Lembata Renro mempunyai ladang 2 hektar dan pemandangan hutan bambu dan bukit menghijau, di kota Ujungpandang cuma berdesak-desakan dalam satu kamar yang juga milik orang lain. "Aku orang bebas... aku tidak boleh menyerah pada kamar yang bukan milik, aku harus bekerja untuk hidup dan berubah" Tekadnya meyakinkan tuan Tanaka, presdir pabrik baja asal Jepang.

Pindah: Renro kaget! Sepulang kerja, kamar mereka tergenang lumpur kotor dan berbau sekitar 30 cm. Bagi yang lain mungkin hal biasa, tetapi tidak bagi Renro. Ia merasa diri seperti babi peliharaannya di ladang yang pada musim hujan berkubang dalam lumpur. Begitu hina dan rendahkah martabat kemanusiaan? Renro dibantu pemuda yang lain membangun sebuah rumah yang sedikit lebih memadai di tanah kakak sepupu. Ke sana keluarga besar penghuni kamar sempit dan becek dapat bernafas lega.

Suara Gaib: Renro tersadar dari mimpi panjang. Jahitan di perutnya terasa sangat perih membuatnya meringis. Tetapi suara aneh yang diucapkannya tanpa sadar di rumah sakit Stellamaris, di bibir pantai Losari itu membingungkannya. Apakah ini yang dinamakan suara malaikat? Ataukah cuma semacam halunisasi?

Tangisan di Bukit Sunyi: Suara gaib itu sungguh membuyarkan semua mimpi Renro. Cita-cita untuk punya rumah dan kuliah serta jabatan di pabrik yang semakin meningkat tidak menariknya lagi. Senyum dan lirikan genit Aminah yang selalu berjalan lenggak-lenggok di atas empang sepulang dari pabrik terasi tidak diindahkannya lagi. Renro bergabung dalam retret remaja di lereng gunung Bawakaraeng. Mungkin di sana  pertanyaan yang berkecamuk dalam dadanya menemukan jawaban.

Menuju ke Barat: Jabatan, tanah kosong dan senyum Aminah yang hitam manis tidak mampu menahan Renro untuk berada lebih lama di Ujungpandang. Pengunduran dirinya  diurus secepat kilat hanya dalam kurang dari satu jam. Surat pindahnya dari kelurahan sama kilatnya. Tiga hari setelah pengunduran diri, Renro berada di dek kapal di pelabuhan Soekarno-Hatta. Matahari yang turun perlahan ke dalam laut di sebelah barat, ke sana Renro memulai siulannya yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar